Jakarta, 19 Desember 2025 – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, secara tegas menolak desakan penetapan status bencana nasional terhadap banjir hidrometeorologi yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh. Haedar menilai desakan tersebut sarat dengan politisasi dan motif politik yang justru berpotensi mengganggu fokus penanganan korban di lapangan.
Dalam keterangannya di Jakarta, Haedar mengingatkan seluruh pihak agar tidak memanfaatkan situasi darurat bencana sebagai alat tekanan politik. Menurutnya, energi publik seharusnya diarahkan sepenuhnya untuk aksi kemanusiaan dan membantu masyarakat terdampak, alih-alih membangun polemik atau opini negatif.
“Dorongan tersebut justru berpotensi mengganggu fokus penanganan korban. Kebiasaan mendesak, menuntut, atau mengusut dengan tekanan politik bukanlah ranah Muhammadiyah. Itu jelas bentuk politisasi bencana,” tegas Haedar.
Isu penetapan status bencana nasional ini mencuat sejak Senin, 15 Desember 2025, setelah Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Panah (AP) PP Muhammadiyah, Ikhwan Fahrojih, menggelar konferensi pers. Ikhwan menyatakan akan menempuh jalur hukum dan mendesak Presiden Prabowo Subianto menetapkan status bencana nasional, sembari mengatasnamakan Persyarikatan Muhammadiyah.
Namun, pernyataan tersebut segera menimbulkan kontroversi. Haedar Nashir secara tegas menyatakan bahwa desakan, ancaman gugatan, hingga wacana class action yang disuarakan oleh Ikhwan Fahrojih bukanlah sikap resmi Muhammadiyah. Langkah-langkah tersebut dinilai bertentangan dengan nilai dan karakter Persyarikatan yang mengutamakan kerja nyata kemanusiaan.
Kontroversi semakin dalam mengingat latar belakang Ikhwan Fahrojih yang diketahui merupakan kuasa hukum korporasi sektor pertambangan dan energi. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya motif politik di balik desakan status bencana nasional.
Konten Disadur Dari : https://portal7.co.id/post/haedar-nashir-tegaskan-desakan-bencana-nasional-sarat-politisasi-bukan-sikap-resmi-muhammadiyah
