Jakarta – Perayaan ulang tahun ke-11 Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) pada Sabtu, 13 Desember 2025 di SCTV Tower, Jakarta, menjadi ruang refleksi dan aksi nyata dalam mengangkat isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Melalui pendekatan budaya dan sinema, KPB mengajak publik untuk lebih peka dan berani menyuarakan penolakan terhadap normalisasi KDRT.
Acara ini dirancang sebagai pertemuan lintas komunitas dan lembaga, menggandeng SinemArt, Tarantella Pictures, The Big Pictures, Women’s Crisis Center (WCC) Puantara, serta Persatuan Wanita Jambi (Perwaja). Salah satu momen penting dalam rangkaian acara adalah pemutaran perdana trailer dan preview film Suamiku, Lukaku, yang menjadi pemantik diskusi bertema “Stop Normalisasi KDRT – Cerita Pembuatan Film Suamiku, Lukaku”.
Produser dan sutradara Sharad Sharan menyampaikan bahwa film ini akan tayang pada April 2026 bertepatan dengan Hari Kartini. Ia menekankan bahwa film ini telah lolos sensor tanpa pemotongan karena mengedepankan nilai edukasi, bukan eksploitasi. “Film ini bukan tentang kekerasan atau seksualitas, tapi tentang realitas yang terjadi di masyarakat dan pentingnya edukasi,” ujar Sharad.
Anissa Putri Ayudya, yang bertugas sebagai intimacy coordinator dalam produksi film tersebut, menjelaskan pentingnya peran IC dalam menjaga kenyamanan dan batasan para aktor selama adegan intimasi. Ia menekankan bahwa keberanian untuk menetapkan batasan adalah langkah awal dalam mencegah kekerasan, termasuk dalam konteks rumah tangga.
Direktur WCC Puantara, Siti Husna Lebby Amin, menggarisbawahi bahwa meskipun sudah ada payung hukum, praktik KDRT masih kerap dianggap wajar. Ia menekankan pentingnya pencegahan dan edukasi yang berkelanjutan. “Kita tidak bisa menunggu sampai kekerasan terjadi baru bertindak. Pencegahan harus dimulai dari sekarang,” ujarnya.
Film Suamiku, Lukaku menggambarkan berbagai bentuk KDRT, mulai dari kekerasan fisik, psikis, penelantaran ekonomi, hingga kekerasan seksual dalam rumah tangga. Film ini diharapkan menjadi medium yang mampu membuka mata masyarakat terhadap kompleksitas dan urgensi isu ini.
Selain diskusi, perayaan HUT KPB juga diisi dengan sesi edukasi budaya yang memperkenalkan tengkuluk, ikat kepala khas Jambi. Perwaja memperagakan empat dari 98 model tengkuluk yang memiliki makna simbolik terkait status sosial, pernikahan, dan aktivitas perempuan. Ketua KPB, Lia Nathalia, juga mengajak peserta untuk mempelajari kembali tata cara memotong tumpeng yang sarat nilai tradisi.
KPB turut memberikan apresiasi kepada mitra komunitas yang telah mendukung perjalanan mereka selama 11 tahun, termasuk Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI), Sekar Ayu Jiwanta, Arunika, Ikatan Wartawan Online (IWO), Rampak Sarinah, Kebaya Foundation, Komunitas Ina Gandong, dan Persada Indonesia.
Melalui perayaan ini, KPB menegaskan bahwa budaya dan seni dapat menjadi jembatan untuk menyuarakan isu-isu penting, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Dengan pendekatan yang inklusif dan kolaboratif, komunitas perempuan dapat menjadi garda terdepan dalam menciptakan ruang aman dan berdaya bagi sesama.*
Konten Disadur Dari : https://portal7.co.id/post/seruan-stop-normalisasi-kdrt-melalui-preview-film-suamiku-lukaku-dalam-perayaan-hut-komunitas-perempuan-berkebaya
